Religi Islami

ANTARA BID’AH, SUNNAH DAN DAKWAH

Di jaman sekarang ini sering kita dengar kata “bid’ah” begitu mudahnya terlontar dengan nada sinis dari mulut seseorang/segolongan muslimin/muslimat ketika melihat saudaranya sedang tahlilan, atau ketika melihat sekumpulan orang sedang membaca Maulid Diba’, Manaqib, Rothib, dll. Dan celakanya mereka mengartikan bid’ah identik dengan “Haram”, bahkan lebih parah lagi mereka mengkafirkan saudaranya sesama muslim yang melakukan semua jenis peribadatan tersebut. Na’udzubillahi min dzalik..

ASTAGHFIRULLAH…… mungkin mereka belum paham benar apa yang dimaksud dengan kata “bid’ah”.

Bid’ah dapat diartikan sebagai Pembaharuan / sesuatu yang baru, yaitu hal-hal baru yang dilakukan dimana pada jaman Nabi belum pernah ada atau dicontohkan.

Adapun Bid’ah itu sendiri dibagi menjadi 5 kategori yaitu :

1. Bid’ah Mubahah

Bid’ah yang diperbolehkan, namun tidak beroleh pahala,

2.   Bid’ah Mandubah

Bid’ah yang apabila dilaksanakan beroleh pahala sunnah, misalnya : tahlilan, pembacaan manaqib, do’a Akasah, rothib, peringatan maulid, dll yang kesemuanya bertujuan untuk kebaikan yaitu membimbing ke jalan ALLAH.

3.   Bid’ah Makruhah

Bid’ah yang bersifat makruh, misalnya : merokok

4.   Bid’ah Muharromah

Bid’ah yang dilarang / haram dilakukan terutama yang berhubungan dengan syari’at yang telah ditetapkan,  misalnya : Sholat 5 waktu diubah menjadi 3 waktu, Sholat dengan bahasa Indonesia, dll.

5.   Bid’ah Wajibah

Bid’ah yang wajib dilakukan terutama  karena terdesak oleh suatu keadaan. Misalnya :

–  Hal-hal yang berhubungan dengan metode tabligh terhadap suatu daerah agar menarik hati orang untuk memeluk Islam terlebih untuk lingkungan yang mengalami kebobrokan iman dan perbedaan budaya/adat istiadat,  Contoh : Metode dakwah dengan media seni musik, dan  pewayangan yang dilakukan pada jaman Walisongo.

Lantas bagaimana kita menyikapi tudingan-tudingan miring mengenai bid’ah terhadap semua peribadatan sunnah yang sering kita lakukan seperti tahlilan, perayaan maulid, pembacaan rothib, dll ??

Cara menyikapi :

  • Janganlah kita tanggapi, tetapi kita jalankan terus apa yang kita lakukan dan kita yakini kebenarannya.
  • Jika mereka tetap menentang, katakan ini hanyalah salah satu jalan mendekatkan diri kepada Allah  dengan cara memperbanyak dzikir.

Adapun Metode Dakwah ada 4  :

1. Metode Hikmah

Yaitu dengan mempelajari kandungan Al-Qur’an baik dari kandungan Hikmah Ilmiah, Hikmah Amaliah, dan Hikmah Ghoibiyah

2. Mauidhotin Hasanah / ceramah yang baik

Ceramah di sini tidak mengandung cacian / hujatan kepada satu kelompok, akan tetapi berisi anjuran dan bimbingan untuk kembali ke jalan ALLAH

3. Metode Dialogis

Metode ini dilakukan dengan mengadakan dialog / tanya jawab mengenai Islam dan seluk beluknya

4. Metode Budaya Lokal

Yaitu dengan menyelami budaya yang ada di masyarakat, untuk kemudian me ngubah budaya yang tidak Islami menjadi budaya Islami ( contoh : Tahlilan, Perayaan Maulid Nabi, dll yang menjadikan tradisi syukuran/peringatan bernuansa Islami )

Mari kita cermati arti dari ayat–ayat Al-Qur’an berikut ini :

Q.S. An-Nahl ayat 125 :

“ serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[1] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

[1] Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.

Q.S. Huud ayat 118 :

“ Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, ”

Q.S. Al-Anam ayat 149 :

“ Katakanlah: Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat; Maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya. “

Dengan merujuk ayat-2 di atas, maka kita harus menyikapi permasalahan ini dengan bijak tanpa menimbulkan gejolak / pertentangan dan tetap menjaga keutuhan serta persatuan umat.

Demikianlah bahasan dari kami, dan untuk diketahui bahwa  semua uraian di atas kami gunakan sebagai dasar pembentukan Majelis Dzikir “Najiyullah” dan sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah SWT.

Apabila terdapat kesalahan dalam tulisan di atas, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya karena kami adalah manusia biasa yang penuh dengan kekurangan.

Kritik dan Saran sangat kami butuhkan. Terima kasih….

Ditulis oleh : Ahmad Abdul Lathif  (Majelis Dzikir NAJIYULLAH)